B
anyak bergerak dan tak bisa diam barang sebentar pun, hanya salah satu
dari banyak ciri anak hiperaktif. Apalagi ciri lainnya dan apa yang
harus kita lakukan?
Doni (3) aktif luar biasa. Tak pernah dapat duduk manis untuk waktu lama, sangat usil, senang marah-marah, dan gampang
ngambek
. Ibunya khawatir, jangan-jangan Doni hiperaktif.
Ternyata setelah dikonsultasikan ke ahli, Doni "normal-normal" saja. Psikolog
Phineas Ekadiwira
juga berpendapat begitu. Anak usia batita seperti Doni, kata Eka,
memang lagi senang-senangnya bergerak dan suka bereksplorasi. "Rasa
ingin tahunya besar sekali sehingga ia susah duduk diam. Maunya pergi ke
sana-sini tanpa henti dan tak kenal lelah," ungkap psikolog dari Klinik
Perkembangan dan Bimbingan Anak RS Husada Jakarta.
CIRI-CIRI
Jadi, apa bedanya dengan hiperaktif? Perilaku hiperaktif, terang Eka,
merupakan reaksi hiperkinetik yang ditandai dengan ketidakmampuan
memusatkan perhatian atau konsentrasi, aktivitas berlebihan
(hiperaktivitas), dan reaksi yang terlalu cepat tanpa dipikir lebih dulu
(impulsif). Ada pula yang tak disertai hiperaktivitas. Jadi, anak sulit
memusatkan konsentrasi tapi tak banyak gerak, bisa lamban, sering
melamun, dan sebagainya.
Cara lebih gampang untuk menentukan ciri anak hiperaktif adalah ia
tak bisa mengontrol gerakannya. Duduk pun tak bisa tenang. "Kalau kita
suruh duduk, paling cuma tahan 5 menit lalu terlihat gelisah. Entah
duduknya goyang-goyang atau merosot ke bawah hingga terjatuh dari tempat
duduknya."
Si kecil pun terkesan tak kenal lelah. Seakan energinya digerakkan
oleh mesin. Kalau anak lain akan diam sesudah capek berlarian, si
hiperaktif paling hanya minum sebentar, lalu bergerak lagi. Mulutnya pun
tak bisa diam, terus saja berkicau. "Pokoknya, ada saja kegiatannya.
Dan biasanya, apa yang dilakukannya tak satu pun yang diselesaikan. Ia
akan cepat sekali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya dan
meninggalkan begitu saja kegiatan sebelumnya."
Ia juga tak sabar menunggu giliran, senang menyerobot, juga sering
terburu-buru dalam berbicara. Daya konsentrasinya rendah dan seolah tak
mau mendengarkan perkataan orang tua. Jika mendengarkan, matanya seperti
tak memperhatikan orang yang berbicara.
Tak hanya itu. Ia juga mudah terangsang dan mengalihkan perhatian,
sehingga sulit untuk memusatkan perhatian, kurang toleran terhadap rasa
frustrasi, dan kurang dapat mengontrol diri lantaran mudahnya terangsang
disamping karena impulsifitasnya. Tuntutannya pun harus segera
dipenuhi.
Di sisi lain, suasana hati anak hiperaktif juga amat mudah berubah.
Baru beberapa menit terlihat gembira, tiba-tiba jadi marah-marah lalu
ngambek. Akibatnya, sulit bagi kita untuk mengajarkannya berdisiplin.
"Nah, karena temperamennya inilah, kadang kita sulit membedakan, apakah
perangainya seperti itu atau ia hiperaktif."
Kadang, lanjut Eka, anak hiperaktif juga ditandai dengan perkembangan
motorik dan bahasanya yang agak terbelakang. Misalnya, ia sulit
berpakaian lantaran gerakannya yang terlalu aktif.
TUNGGU SAMPAI 6 BULAN
Nah, apakah si kecil Anda memperlihatkan ciri-ciri seperti di atas?
Kalau ya, sebaiknya jangan buru-buru memvonis si kecil hiperaktif.
"Lihat dulu, apakah tingkah superaktifnya itu bertahan hingga lebih dari
6 bulan atau tidak. Sebab, bisa saja ia cuma sekadar kelebihan energi.
Yang seperti ini, biasanya cuma bertahan sebulan lalu ia akan kembali
normal."
Perhatikan pula baik-baik, apakah perilaku aktifnya berlebihan dan
tak sesuai usia perkembangan. Caranya, bandingkan ia dengan anak lain
sebayanya. "Kalau tidak bisa diamnya si kecil dirasa berbeda dengan anak
sebayanya, mungkin itu bisa dianggap sebagai tanda adanya perbedaan,"
kata Eka.
Lihat juga apakah ia bisa duduk manis lebih dari 5 menit saat
menonton film kesukaannya? Sebab, anak hiperaktif biasanya cuma melirik
sebentar ke teve, lantas perhatiannya beralih ke hal lain lagi.
Selanjutnya lihat apakah gejala itu muncul di rumah, di tetangga, di
tempat umum seperti pasar swalayan dan sebagainya, maupun dalam
hubungannya dengan teman bermainnya. Sebab, bila hanya muncul dalam satu
lingkungan dan tak muncul di lingkungan lain, berarti bukan hiperaktif.
Tapi kalau benar hiperaktif, maka perilakunya itu juga dilakukan di
segala situasi, sepanjang hari dan pada setiap kesempatan. Pendeknya,
benar-benar tak kenal tempat dan waktu.
Nah, bila si kecil ternyata benar hiperaktif, sebaiknya segera
konsultasikan ke psikolog anak. Sebab, kalau didiamkan saja, bisa
berlanjut sampai si anak beranjak dewasa. "Memang kalau sudah dewasa, ia
bisa mengontrol tingkah lakunya tapi umumnya ia akan menemukan masalah
dalam pekerjaan. Cepat bosan, jenuh, tugasnya tak pernah selesai, dan
antisosial."
PENYEBAB
Tapi bagaimana seorang anak bisa menjadi hiperaktif? Menurut ahli,
bisa karena faktor neurologis, yaitu bagian pengendalian dan pengaturan
motoriknya yang kurang matang sehingga anak tak bisa mengendalikan
gerakan-gerakannya, juga karena faktor genetik, lingkungan (misalnya
kekurangan oksigen saat kehamilan atau kelahiran, trauma lahir,
defisiensi gizi, dan lainnya), atau faktor bawaan setelah kelahiran.
Pola asuh yang salah juga bisa jadi penyebab. Misalnya, anak berasal
dari keluarga yang tak disiplin. "Mau apa saja, diizinkan. Akhirnya, ia
tak bisa kontrol diri," ungkap Eka. Kendati demikian, lanjutnya,
"Penyebab hiperaktif tak dapat dibedakan secara kasat mata karena
semuanya terlihat dalam perilaku yang sangat aktif." Semuanya baru bisa
diketahui setelah didiagnosa psikolog. "Juga lewat pemeriksaan pemetaan
otak atau brain mapping sehingga akan diketahui bagian-bagian mana yang
kurang matang. Selanjutnya, si anak akan dirujuk kepada ahli yang
bersangkutan."
Jika penyebabnya adalah pengasuhan yang salah, "Tugas orang tua untuk
melakukan introspeksi. Beri tahu dia tentang batasan mana yang boleh
dan tidak."
SALURKAN ENERGI
Satu hal ditekankan Eka, "Jangan sekali-kali mencap anak hiperaktif
sebagai anak nakal, malas, atau bodoh. Soalnya, anak akan merasa ia
betul bodoh, malas, atau nakal." Nah, kalau sudah begitu, anak akan
berpikir, "Biarin, sekalian saja aku melakukan hal-hal yang demikian."
Yang juga penting, jangan menghukum anak karena perilakunya yang
hiperaktif. Eka mengingatkan, perilaku hiperaktif bukanlah kesalahan si
anak. Yang terjadi adalah kegagalan pemusatan perhatian dan pengendalian
diri sejak lahir. "Ia tak bisa mengontrol dirinya karena kemampuan
otaknya terbatas. Kalau ia dihukum, ia akan heran mengapa dihukum
padahal tak melakukan kesalahan."
Yang terbaik ialah, "Terima ia apa adanya. Ia perlu dibantu untuk
mampu memusatkan perhatiannya, sehingga kelak ia dapat menyesuaikan diri
pada lingkungannya dengan lebih baik." Nah, salah satu caranya, dengan
menyalurkan energinya secara lebih efektif. Misalnya lewat olahraga.
"Dengan begitu energi anak tersalur tanpa harus merusak barang atau
mengganggu orang lain."
Perlu pula diperhatikan faktor makanan si anak. Jika sumber makanan
yang dikonsumsinya cukup memadai untuk ia bergerak terus, maka ia akan
kelebihan energi. "Tak ada salahnya si anak berdiet. Terutama untuk
makanan dan minuman yang menjadi sumber energi instan. Seperti cokelat,
madu, permen, es krim, kafein, teh, minuman ringan, kismis, anggur, atau
makanan-makanan yang mengandung gula lainnya." Berilah ia makanan yang
asupan kalorinya hanya cukup untuk tumbuh kembangnya saja, sehingga tak
banyak energi yang tersisa.
Bantulah ia melakukan relaksasi. Ketika ia mulai gelisah, minta ia
untuk menarik napas pelan-pelan lewat hidung dan mengeluarkannya lewat
mulut. Lakukan hingga 10 kali. Selanjutnya, minta ia membayangkan
hal-hal yang indah atau yang disukainya. "Ini bisa menghilangkan stres
anak,"kata Eka.
Sedangkan untuk membantu si kecil memusatkan perhatian, ajak ia bermain
puzzle
atau permainan
"Simon says
". Dalam permainan ini, orang tua berkata, "Simon says... ketuk pintu!"
dan si anak harus mengetuk pintu. Kalau salah, ia mendapatkan hukuman.
Lewat permainan ini, "Anak dilatih untuk mendengarkan respon verbal yang
diucapkan orang lain dan berkonsentrasi pada perintah-perintah orang
lain."
Permainan lain ialah tepukan tangan. Minta anak untuk mengangkat
tangannya. Kalau ia tidak segera mengangkat tangannya, maka tangan
tersebut ditepuk. "Ini juga melatih anak untuk memusatkan perhatian agar
jangan sampai tangannya kena pukul."
Jangan lupa untuk memberikan umpan balik positif atau penghargaan.
Bila ia berhasil memusatkan perhatian selama 15 menit, misalnya, ia akan
mendapat 1 kartu. Jika ia berhasil mengumpulkan 20 kartu, maka ia boleh
minta sesuatu. Jika berhasil mengumpulkan 100 kartu, ia akan mendapat
hadiah lebih besar lagi. Dengan demikian, anak bersemangat untuk
memperbaiki perilakunya dan melatih konsentrasinya sehingga lama-lama
akan jadi terbiasa. Tentunya penghargaan tak melulu harus berupa hadiah.
"Pujian atau ciuman juga bisa dijadikan sebagai penghargaan dan ia
pasti akan senang menerimanya."
http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Anak/Anak-Aktif-Dan-Nakal-Tak-Berarti-Hiperaktif