.

STOP Kekerasan dalam keluarga CIPTAKAN SUASANA NYAMAN DALAM KELUARGA

Jumat, 30 November 2012

Kekerasan Perempuan Bisa Berdampak ke Anak

TEMPO.CO, Jakarta -- Kekerasan terhadap perempuan, khususnya ibu rumah tangga, bisa berpengaruh pada anak. Seperti yang menimpa Puspa, bukan nama sebenarnya.
Beberapa tahun lalu, dosen sebuah perguruan tinggi di Semarang, Jawa Tengah, ini nyaris tewas di tangan suaminya sendiri. Kisah pilu perempuan bergelar doktor ini dimulai ketika usia perkawinannya memasuki tahun kelima.
Pada saat itu, suaminya mulai kerap pulang malam. Dan ada bau parfum wanita lain di pakaiannya. Kala mencoba menanyakan, bukan jawaban yang Puspa dapatkan. Si suami malah membenamkan kepala Puspa ke bak mandi.
"Mata saya berdarah membentur keran dan belakang kepala benjol besar," kata Puspa di Koran Tempo, Ahad, 25 November 2012. »Dokter yang mengobati saya sampai menawarkan untuk membuat visum.”

Terus mendapat kekerasan, Puspa bergeming. Ia memilih bertahan demi putri-putrinya. Tapi kekerasan terus menimpanya. Bahkan, tiap usai melakukan kekerasan, si suami meminta maaf dan bersikap manis kepada Puspa, sampai beberapa hari.
"Tapi kemudian diulang lagi,” katanya. "Belakangan, dia selalu berupaya untuk membunuh saya."
Akhirnya, dua tahun lalu, pengadilan agama mengabulkan gugatan perceraian Puspa. Namun, hingga kini, sang suami masih mengincar hartanya.
Meski sudah berpisah dari suaminya, masalah belum juga usai. Gara-gara perlakuan si suami, kempat putri Puspa mengalami trauma.
Ketika dewasa, putri-putrinya kerap menarik diri. Terutama bila ada teman pria mereka yang berusaha mendekat.
Bahkan putri sulung Puspa sengaja menggemukkan badan agar tampil tidak menarik. "Dia ingin, kalau pria mendekatinya, itu benar-benar tulus mencintai," kata Puspa.
Sumber : http://id.berita.yahoo.com/kekerasan-perempuan-bisa-berdampak-ke-anak-064822108.html

Kamis, 22 November 2012

Menumbuhkan Jiwa Volunteer pada Anak-Anak

Membantu sesama manusia, apapun agama dan rasnya, adalah ajaran yang bersifat universal. Akan tetapi, kepekaan untuk mengulurkan tangan saat melihat atau mendengar kesulitan yang dialami oleh orang lain ternyata tidak dengan begitu saja berkembang pada jiwa manusia. Dibutuhkan proses latihan dan sentuhan pendidikan. Dunia pengasuhan anak walau bagaimanapun mewadahi tugas ini.
Mengapa kepekaan membantu menjadi penting dimiliki seorang anak? Alasannya bisa ditarik dari beberapa sudut pandang, mungkin ajaran agama, mungkin humanisme, atau mungkin untuk kebutuhan timbal-balik agar mereka juga diperlakukan baik oleh orang lain.
Apapun motivasinya, jiwa membantu/jiwa relawan atau jiwa volunteer akan memberi anak-anak kualitas diri yang luar biasa. Persoalan kehidupan menjelma di berbagai sudut, tanpa jiwa volunteer, semuanya akan selalu berakhir bak kehidupan rimba, di mana ego meraja, dan kaum tertindas makin terlindas, sehingga keadilan pun makin menjauh dari kehidupan manusia.
Semakin banyak anak yang terdidik dan terasuh dengan nilai-nilai sosial maka akan ada harapan di masa depan, mereka akan menjadi pionir untuk terwujudnya masyarakat yang saling menolong dan bukan saling menguasai demi kepuasan ego.

oleh: Maya A. Pujiati
http://duniaparenting.com/menumbuhkan-jiwa-volunteer-pada-anak-anak/#comment-98

Kamis, 08 November 2012

Anak Patuh pada Orangtua? Ini Caranya

TAK jarang, orangtua menemui kesulitan saat mendidik anak menjadi seseorang yang patuh. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya.
Karena itu, Anda perlu simak panduan ini agar anak lebih patuh perkataan orangtua, seperti dilansir Boldsky.

- Hal pertama yang harus dilakukan adalah, Anda perlu memahami sikap dan perilaku anak. Anda perlu memerhatikan alasan anak tidak mau mendengarkan perkataan Anda. Alasan anak tidak mau mendengar Anda mungkin mereka tidak menyukai hal yang Anda katakan. Untuk mengatasi hal ini, Anda perlu mengobrol dengan anak untuk mengetahui apa yang mereka inginkan.

- Membuat anak patuh pada orangtua bukanlah perkara mudah. Sebagai orangtua, Anda perlu memberi pengertian kepada anak bahwa patuh pada orangtua merupakan hal yang baik.

- Mengajarkan anak agar patuh pada Anda perlu dilakukan secara pelan dan sabar. Anda tidak perlu marah bila anak tidak taat, namun cukup memberitahunya dengan nada bicara biasa namun tegas. Anda pun tidak perlu memukulnya. Anda hanya perlu memberitahu bahwa hal yang dilakukannya salah.

- Anda perlu memberikan contoh kepada anak mengenai kepatuhan. Contoh tersebut dapat Anda berikan melalui dongeng. Anda bisa menceritakan beberapa dongeng atau memberinya buku bacaan. Melalui cara ini, anak anak belajar nilai-nilai tentang kehidupan.
Sumber : http://lifestyle.okezone.com/read/2012/04/02/196/604009/anak-patuh-pada-orangtua-ini-caranya

Senin, 05 November 2012

Cara Merekatkan Hubungan Ayah - Anak

Ghiboo.com - Inilah bagian dari usaha membuat suami makin dekat dengan "anak-anak" yaitu bermain. Bermain bersama ayah bisa menggunakan konsep klasik, "bermain di luar rumah" tanpa kehadiran ibu, tentunya.

Beberapa pilihannya adalah:
1. Mencuci mobil bersama. Ajarkan cara mencuci mobil yang sederhana, agar mereka merasa diberi tanggung jawab dan kepercayaan

2. Ajak anak Anda camping, cukup satu malam. Kenalkan asyiknya berkegiatan di luar rumah dan menyatu dengan alam.

3. Luangkan waktu saat akhir pekan, ajak anak berenang. Ini adalah waktu eksklusif dengan ayah, biarkan ibu di rumah.

4. Memasak bersama adalah kegiatan menyenangkan sekaligus media untuk belajar karena ada aktivitas membaca, memahami, menyimak, dan berbicara.

5. Lakukan obrolan ringan sambil bersepeda. Buat suasana menjadi nyaman agar buah hati Anda tidak segan berbagi cerita.

6. Bermain bola mengajarkan kerja sama tim dan akselerasi gerakan anggota tubuh. Asah kreatifitasnya, menciptakan permainan lainnya yang menggunakan bola.

(Majalah Goodhousekeeping September 2012) 
 sumber : http://id.she.yahoo.com/cara-merekatkan-hubungan-ayah-anak-113000175.html

Jumat, 02 November 2012

Orang Tua Bercerai, Anak Ikut Siapa?

K eputusannya ditentukan oleh pengadilan. Namun umumnya, perwalian diserahkan kepada ibu.
Ketika sebuah pernikahan harus berakhir di pengadilan, maka hak perwalian anak sering menjadi rebutan. Menurut Nursjahbani Katjasungkana, SH  secara alami hak perwalian anak yang usianya masih di bawah 12 tahun akan jatuh ke pihak ibu. Namun, bukan tak mungkin hak itu jatuh ke tangan ayah apabila di pengadilan suami bisa membuktikan bahwa istrinya bukan ibu yang baik.
Tentu saja proses pembuktian bukanlah perkara mudah. "Pada kasus perselingkuhan seorang istri, misalnya, bisa saja ia terbukti bersalah, tapi pengacara masih dapat membelanya dengan menyatakan ia tetap bisa menjadi ibu yang baik bagi anaknya."
Perbedaan agama suami dan istri juga bisa menjadi penyebab. Jika anak memeluk agama yang sama dengan ayahnya, maka hak perwalian bisa jatuh ke tangan ayah. Juga, jika ibu pergi dari rumah dengan meninggalkan anak-anaknya. Peristiwa itu bisa dijadikan argumen suami untuk merebut hak perwalian anak. Tak peduli jika misalnya kepergian ibu disebabkan kekerasan domestik yang dilakukan suami terhadapnya. Menurut Nursjahbani, kedua penyebab ini sangat patriarkal atau memihak kekuasaan laki-laki.
Terakhir, jika ibu memang merasa tak mampu atau tak ingin menjadi wali anaknya sementara suami menyanggupi. Yang jelas, hak perwalian biasanya diputuskan dengan perjanjian di luar pengadilan supaya proses legalitas perceraian berlangsung cepat.
MENGAPA IBU?
"Sampai usia 12 tahun, seorang anak masih sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang ibu," demikian kata Dra. Hj. Triesna Wacik, Psi  dari Forum Keluarga Visi-21. Inilah yang menjadi alasan mengapa jika perceraian terjadi, hak perwalian anak di bawah usia 12 tahun menjadi milik ibu. Pertimbangan lainnya, apabila hak perwalian jatuh ke tangan suami, mungkin akan timbul masalah yang lebih besar daripada jika anak ikut ibunya. "Bagaimanapun, kalau selama masa pernikahan suami lebih banyak menghabiskan waktu untuk mencari nafkah di luar rumah, maka suami harus 'belajar keras' tentang pola pengasuhan anak. Ia harus bisa menjadi ayah sekaligus ibu bagi anaknya."
Menurutnya, dalam banyak kasus, anak balita yang berada dalam pengasuhan ayah akan mengalami masalah emosional di kemudian hari. Bersama ayah, anak cenderung merasa kesepian dan berkurang rasa amannya pada diri sendiri. Bukan tak mungkin kalau akhirnya nanti ia akan mencari pelarian di luar rumah.
Triesna menambahkan, di Indonesia umum terjadi, pasangan yang bercerai kemudian menitipkan anak pada nenek atau saudara lain karena satu dan lain hal. Selama nenek atau saudara ini memang bijaksana dalam mendidik anak, dan bisa menempatkan posisinya dengan benar, bisa jadi malah lebih baik bagi perkembangan emosional anak. "Yang harus diperhatikan, jangan sampai anak merasa 'dibuang' oleh kedua orang tuanya,'' tekan Triesna.
Kalaupun tidak sampai dititipkan, campur tangan keluarga besar tetaplah baik, asalkan tujuannya memang untuk kebaikan anak. Sering terjadi, hak perwalian anak diperebutkan justru untuk kepentingan keluarga besar, sehingga anak jadi bingung. "Hindari hal seperti itu karena bagaimanapun juga anak telah menjadi korban perceraian kedua orang tuanya,'' pesan Triesna. "Jangan sampai ia dikorbankan lagi demi kepentingan keluarga besar salah satu orang tuanya."
HAK-HAK WANITA DAN ANAK
Soal hak perwalian di tangan ibu menurut Nursjahbani diperkuat oleh pasal 41 UU Perkawinan. Di dalamnya tertera bahwa hak-hak wanita pada kasus perceraian adalah menjadi wali bagi anaknya yang belum dewasa (di bawah 12 tahun), mendapat nafkah dari mantan suami selama 3 bulan 10 hari, dan mendapat harta gono-gini  sebanyak setengah dari seluruh harta yang dikumpulkan selama masa pernikahan.
Katanya, jika terjadi sengketa maka beberapa hal bisa dibuatkan perjanjian di luar pengadilan. Misalnya bila istri tidak mempunyai penghasilan tetap, maka bisa dibuat perjanjian bahwa mantan suaminya tetap memberi tunjangan hidup bagi anak dan dirinya tanpa kehilangan hak perwalian.
Nursjahbani kemudian menambahkan, "Dalam pasal 41 UU Perkawinan juga disebutkan, suami maupun istri tetap bertanggung jawab atas pendidikan anak. Mantan suami tetap berkewajiban untuk memberi tunjangan pendidikan anak, kecuali bila suami tidak mampu, maka istri bisa membantu."
"Dalam kompilasi hukum Islam juga ada ketentuan akan mut'ah atau uang penghiburan (moral support ), dan mas'ah atau menyediakan tempat tinggal tetap bagi mantan istri," lanjutnya. "Dalam PP No 10, pemberian nafkah itu diatur sampai si wanita ini menikah lagi. Secara terperinci malah disebutkan bahwa sepertiga gaji suami untuk anak, sepertiga untuk mantan istri, dan sepertiga untuk dirinya sendiri."

Sumber : http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Pasangan/Orang-Tua-Bercerai-Anak-Ikut-Siapa