MERDEKA.COM. Psikolog menyebut seringnya terjadi
tindak pemerkosaan saat ini sebagai wabah penyakit psikososial. Wabah
mengerikan terus menjakiti masyarakat Indonesia akibat lemahnya
punishment atau hukuman yang diberikan pada pelaku perkosaan.
"Pemerkosa tidak dianggap sebagai penjahat tapi dianggap sebagai orang berpenyakit padahal di dunia barat dianggap murder. Kejahatan ini kejahatan tingkat utama. Di sini seolah-olah bisa ditolerir," ungkap psikolog Tika Bisono dalam perbincangannya di telepon dengan merdeka.com, Selasa (19/3).
Selain itu, kecenderungan meniru dan latar belakang juga menyebabkan menjamurnya pelaku kejahatan seksual berusia di bawah umur.
"Memang ada kelainan mengidap penyimpangan biasanya disebabkan oleh pengalaman hidup yang bersangkutan masa lalu, kemudian memang kencengnya meniru perilaku tersebut penyebabnya," lanjut Tika.
Urgensinya masalah tersebut membuat psikolog ini mengingatkan agar mengawasi buah hati dan keluarga dengan cermat. Dengan begitu, pencegahan bisa dilakukan.
"Para orang tua jangan cuek dan terus meningkatkan pengawasan. Sekolah juga melakukan pengawasan. Usahakan anak tidak pulang sendiri ke sekolah," tutupnya.
Dalam sepekan terakhir kasus-kasus perkosaan anak di bawah umur terus terjadi.
Pertama seorang siswi berinisial NR (15) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta di Jakarta Timur mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh belasan pemuda di sebuah lahan kosong di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Peristiwa kedua, kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di wilayah Jakarta Timur. Seorang bocah berinisial MAS usia tiga tahun menjadi korban sodomi oleh seorang pemuda berinisial AG (17) di daerah Cipinang Muara Jakarta Timur .
Kejahatan seksual lainnya, RH (43) tega mencabuli anak kandungnya, DR (16). Kelakuan bejat warga Jalan Rambutan, Jagakarsa, Jakarta Selatan, itu telah berlangsung selama 10 tahun. Akibatnya, DR kini hamil lima bulan.
Sumber: Merdeka.com"Pemerkosa tidak dianggap sebagai penjahat tapi dianggap sebagai orang berpenyakit padahal di dunia barat dianggap murder. Kejahatan ini kejahatan tingkat utama. Di sini seolah-olah bisa ditolerir," ungkap psikolog Tika Bisono dalam perbincangannya di telepon dengan merdeka.com, Selasa (19/3).
Selain itu, kecenderungan meniru dan latar belakang juga menyebabkan menjamurnya pelaku kejahatan seksual berusia di bawah umur.
"Memang ada kelainan mengidap penyimpangan biasanya disebabkan oleh pengalaman hidup yang bersangkutan masa lalu, kemudian memang kencengnya meniru perilaku tersebut penyebabnya," lanjut Tika.
Urgensinya masalah tersebut membuat psikolog ini mengingatkan agar mengawasi buah hati dan keluarga dengan cermat. Dengan begitu, pencegahan bisa dilakukan.
"Para orang tua jangan cuek dan terus meningkatkan pengawasan. Sekolah juga melakukan pengawasan. Usahakan anak tidak pulang sendiri ke sekolah," tutupnya.
Dalam sepekan terakhir kasus-kasus perkosaan anak di bawah umur terus terjadi.
Pertama seorang siswi berinisial NR (15) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta di Jakarta Timur mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh belasan pemuda di sebuah lahan kosong di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Peristiwa kedua, kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di wilayah Jakarta Timur. Seorang bocah berinisial MAS usia tiga tahun menjadi korban sodomi oleh seorang pemuda berinisial AG (17) di daerah Cipinang Muara Jakarta Timur .
Kejahatan seksual lainnya, RH (43) tega mencabuli anak kandungnya, DR (16). Kelakuan bejat warga Jalan Rambutan, Jagakarsa, Jakarta Selatan, itu telah berlangsung selama 10 tahun. Akibatnya, DR kini hamil lima bulan.
http://id.berita.yahoo.com/pemerkosa-itu-harus-dianggap-pembunuh-200600317.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar