.

STOP Kekerasan dalam keluarga CIPTAKAN SUASANA NYAMAN DALAM KELUARGA

Senin, 28 Maret 2011

364.320 Pekerja Anak Terancam

Kamis, 27 Januari 2011
http://www.klik-galamedia.com/indexnews.php?wartakode=20110127030403&idkolom=beritautama

364.320 Pekerja Anak Terancam

CUCU SUMIATI/GM
PENJAJA koran anak-anak berebut pembeli di pelataran parkir Masjid Agung Kota Cimahi, belum lama ini.

PAJAJARAN,(GM)-
Masalah perlindungan anak dan upaya penghapusan diskriminasi perempuan masih menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia. Saat ini dari 58,8 juta anak usia 5-17 tahun, 1,76 juta merupakan pekerja anak. Bahkan, 20,7% di antara mereka atau 364.320 pekerja anak berada pada kondisi yang berbahaya.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Saudara Sejiwa Foundation, Nandang Noor, R.H. sesuai hasil survei dari International Labour Organization (ILO) dan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2010.

"Kondisi berbahaya tersebut antara lain, anak bekerja lebih dari 40 jam/minggu. Ditambah dengan keterampilan pekerja anak-anak tersebut tidak cukup, dan berpendidikan masih rendah," ungkapnya dalam seminar "Hak Pendidikan Pekerja Rumah Tangga Anak (PKRTA)" di Aula Wiyataguna, Jln. Pajajaran, Rabu (26/1).

Hanya 50% saja dari jumlah pekerja anak tersebut, bekerja sedikitnya 21 jam/minggu. Sementara 25% bekerja sedikitnya 12 jam/minggu. "Rata-rata anak yang bekerja mencapai 25,7 jam/minggu. Sementara mereka yang tergolong pekerja anak bekerja 35,1 jam/minggu," ungkapnya.

Dengan kondisi tersebut, maka berpotensi memperburuk tingkat apresiasi para majikan terhadap pekerja anak. Apalagi anak sebagai sosok yang masih rentan, sangat berisiko terhadap situasi rawan yang mungkin akan dihadapinya di dunia kerja. "Misalnya saja eksploitasi, pelecehan seksual, dan lainnya," ucapnya.

Berdasarkan data BPS dan ILO pula, katanya, dari 58,8 juta anak hanya 81,8% (48,1 juta) yang bersekolah. Sisanya, 11,4% atau 6,7 juta anak, masuk dalam golongan idle yaitu tidak bersekolah dan tidak membantu dan tidak bekerja. Sementara 24,3 juta atau 41,2% dari 48,1 juta anak, terlibat dalam pekerjaan rumah.

Sementara data dari Lembaga Perlindungan Anak Jabar hingga akhir 2009, menurut Manajer Program LPA Jabar, Dianawati, jumlah pekerja anak mencapai 351.189 orang. Dari jumlah itu sebanyak 86.413 anak bermasalah, 330.461 anak telantar, dan 20.826 anak jalan. Sementara untuk data mengenai pekerja rumah tangga anak, hingga saat ini belum ada.

Tingkat pendidikan

Menurut Nandang yang juga menjadi pengurus ikatan alumni Japan National Council of Social Welfare, masih tingginya jumlah pekerja anak, diakibatkan masih rendahnya pendidikan mereka. Begitu pula terkait minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan.

"Dengan kondisi tersebut, jumlah pekerja anak setiap tahunnya terus meningkat. Ironisnya, sebagian dari pekerja anak tersebut, menjadi tumpuan ekonomi keluarga. Seharusnya anak berada di sekolah dan orang tua lah yang bertanggung jawab menopang pembiayaan hidup keluarga tersebut," ungkapnya.

Di lain pihak, katanya, masih ditemukan sejumlah tokoh masyarakat dan pemangku kepentingan, yang tidak memahami dengan jelas isu pekerja anak di daerahnya. Bahkan ditemukan ada tokoh dusun, yang berperan sebagai mediator/perantara tenaga kerja wanita (TKW).

Dianawati menambahkan, telah dilakukan upaya untuk menghapus resiko dan bahaya kerja, serta menarik pekerja rumah tangga anak dengan memberikan layanan pendidikan. Misalnya saja di wilayah Bandung Raya untuk medio 2009-2011, yakni dengan sosialisasi dan advokasi.

"Tujuannya antara lain yakni dari 100 pekerja rumah tangga anak (PRTA) usia 15-17 tahun, misalnya ditarik dari kondisi yang membahayakan ke kondisi yang lebih aman. Kemudian pada akhir program ada 100 PRTA ditarik dari pekerjaannya, dan diharapkan dapat menuntaskan Wajar Dikdas 9 Tahun," ucapnya.

Tetapi dalam pengerjaan programnya, lanjut Dianawati, masih terdapat sejumlah kendala. Terutama izin majikan, sebaran pekerja anak yang luas, dan penolakan dari pekerja anak tersebut.

"Karena itu perlu adanya upaya membangun sinergi lintas sektoral, dan terus berusaha mengajak birokrasi agar terus mempermudah dan melakukan secara konsisten akses pelayanan dasar anak-anak di daerah rawan," tambahnya. (B.107)**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar