.

STOP Kekerasan dalam keluarga CIPTAKAN SUASANA NYAMAN DALAM KELUARGA

Sabtu, 23 Maret 2013

Hindari Bahasa Pembangkit Amarah


Ghiboo.com - Ketidaksepahaman orangtua dan anak kerap terjadi. Akhirnya, pertengkaran tidak bisa dihindari.
Fayanisa Dwityarani, M.Psi, Psikolog permasalahan remaja dari Kassandra & Associate Jakarta, menyarankan agar para orangtua menghindari kata-kata yang menyalahkan.
Fokuslah pada apa yang ingin Anda sampaikan. Berikut beberapa bahasa yang sebaiknya tidak Anda gunakan saat bertengkar.
Hindari menggunakan kata 'selalu' atau 'kebiasaan'. Misalnya, "Kamu selalu saja membuat orang menunggu terlalu lama."
Jangan membandingkan satu anak dengan lainnya. Misalnya, "Kakak kamu bisa nilai rapornya selalu bagus, kenapa kamu tidak bisa seperti dia sih?"
Ketika bertengkar, sebaiknya Anda tidak menggunakan pengalaman Anda sebagai tolok ukur. Hindari kata-kata, "Zaman dulu Mama nggak pernah naik mobil ke sekolah..." atau "Ketika Mama seumur kamu...."
Hindari juga perkataan diktator seperti, "Ya karena mama bilang tidak boleh ya tidak boleh, titik!" (ins)
(Good Housekeeping Indonesia edisi November 2012)
Sumber : http://id.she.yahoo.com/hindari-bahasa-pembangkit-amarah-052006267.html

Rabu, 20 Maret 2013

'Pemerkosa itu harus dianggap pembunuh'

MERDEKA.COM. Psikolog menyebut seringnya terjadi tindak pemerkosaan saat ini sebagai wabah penyakit psikososial. Wabah mengerikan terus menjakiti masyarakat Indonesia akibat lemahnya punishment atau hukuman yang diberikan pada pelaku perkosaan.

"Pemerkosa tidak dianggap sebagai penjahat tapi dianggap sebagai orang berpenyakit padahal di dunia barat dianggap murder. Kejahatan ini kejahatan tingkat utama. Di sini seolah-olah bisa ditolerir," ungkap psikolog Tika Bisono dalam perbincangannya di telepon dengan merdeka.com, Selasa (19/3).

Selain itu, kecenderungan meniru dan latar belakang juga menyebabkan menjamurnya pelaku kejahatan seksual berusia di bawah umur.

"Memang ada kelainan mengidap penyimpangan biasanya disebabkan oleh pengalaman hidup yang bersangkutan masa lalu, kemudian memang kencengnya meniru perilaku tersebut penyebabnya," lanjut Tika.

Urgensinya masalah tersebut membuat psikolog ini mengingatkan agar mengawasi buah hati dan keluarga dengan cermat. Dengan begitu, pencegahan bisa dilakukan.

"Para orang tua jangan cuek dan  terus meningkatkan pengawasan. Sekolah juga  melakukan pengawasan. Usahakan anak tidak pulang sendiri ke sekolah," tutupnya.

Dalam sepekan terakhir kasus-kasus perkosaan anak di bawah umur terus terjadi.

Pertama seorang siswi berinisial NR (15) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta di Jakarta Timur mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh belasan pemuda di sebuah lahan kosong di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur.

Peristiwa kedua, kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di wilayah Jakarta Timur. Seorang bocah berinisial MAS usia tiga tahun menjadi korban sodomi oleh seorang pemuda berinisial AG (17) di daerah Cipinang Muara Jakarta Timur .

Kejahatan seksual lainnya, RH (43) tega mencabuli anak kandungnya, DR (16). Kelakuan bejat warga Jalan Rambutan, Jagakarsa, Jakarta Selatan, itu telah berlangsung selama 10 tahun. Akibatnya, DR kini hamil lima bulan.
Sumber: Merdeka.com
http://id.berita.yahoo.com/pemerkosa-itu-harus-dianggap-pembunuh-200600317.html