.

STOP Kekerasan dalam keluarga CIPTAKAN SUASANA NYAMAN DALAM KELUARGA

Selasa, 23 Oktober 2012

Memilih Mainan yang Tepat untuk Anak Sesuai Usia dan Kemampuannya Sumber : Memilih Mainan yang Tepat untuk Anak Sesuai Usia dan Kemampuannya

Memilih mainan anak yang tepat untuk anak dapat menjadi salah satu hal yang paling penting yang harus kita lakukan untuk anak-anak kita. Anak-anak sangat identik dengan bermain. Bermain adalah dunia anak yang paling dominan. Bahkan, untuk dapat lebih maksimal dalam menyampaikan pelajaran, pendidikan anak usia dini menerapkan sistem belajar sambil bermain. Hal ini disebabkan oleh kemampuan dari otak anak itu sendiri yang sedang gemar melakukan hal-hal yang menyenangkan seperti bermain.Maka dari itu, metode pembelajaran pun harus disesuaikan dengan kemampuan anak-anak sesuai usianya.Dengan bermain, dipercaya bahwa pelajaran yang disampaikan akan lebih mudah diterima dan diserap oleh anak. Namun, sebagai orang tua, kita perlu menjadi lebih bijak dalam memilihkan jenis mainan yang tepat untuk anak-anak kita.
Tepat di sini berarti kita mampu memilih jenis mainan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak-anak kita dalam menggunakannya dan sekaligus memanfaatkannya sebagai media belajar. Sehingga kegiatan bermain anak akan berjalan dengan lebih efektif dan efisien sesuia dengan kebutuhan dan kemampuan otaknya. Ada beberapa fase penting dalam usia anak yang perlu kita jadikan sebagai bahan pertimbangan saat memilih mainan yang tepat untuk anak kita. Fase-fase tersebut antara lain adalah:
  • Fase 0-2 tahun. Dalam fase awal ini anak memiliki kemampuan yang didominasi oleh kemampuan sensor motorik pada otak anak. Sehingga akan lebih efektif jika kita memberikan mainan pada anak dengan wujud yang lebih mencolok seperti pada warna, bau dan tekstur. Mainan yang menggunakan ekspresi juga dapat menjadi salah satu alternatifnya.
  • Fase 3-6 tahun. Pada usia-usia tersebut anak sudah mulai tertarik untuk bereksplorasi sehingga permainan yang memancing minat petualangan mereka akan sangat mendukung minat anak-anak kita. Hal ini dapat kita gunakan juga sebagai sarana untuk mendorong rasa percaya diri anak sehingga mereka tidak ragu-ragu untuk mengeksplorasi hal-hal baru.
  • Fase pra sekolah. Pada fase ini, yang anak butuhkan adalah jenis permainan yang dapat mengembangkan rasa kerjasama dan kemampuan sosialisasi mereka. Hal ini sangat diperlukan oleh anak-anak kita karena mereka akan membutuhkan kemampuan untuk bersosialisasi dengan lingkungan barunya di sekolah.
Untuk fase berikutnya, permainan yang cocok untuk anak anak kita adalah permainan yang memiliki kemampuan untuk merangsang kemampuan peran, ketangkasan, dan kreativitas pada anak. Dengan memilih mainan yang tepat untuk anak, berarti kita sama juga dengan mendukung kesempatan mereka untuk belajar dengan lebih efektif dan efisien sesuai dengan fase usia mereka masing-masing. Pemilihan mainan untuk anak secara bijak juga dapat membantu mereka untuk memiliki hidup yang lebih seimbang ke depannya.Dengan kata lain, kita sebagia orang tua memiliki peranan yang cukup penting dalam menentukan apa yang perlu anak kita dapatkan salah satunya dengan cara memilih mainan yang tepat untuk anak kita.

Sumber : Memilih Mainan yang Tepat untuk Anak Sesuai Usia dan Kemampuannya  http://bidanku.com/index.php?/memilih-mainan-yang-tepat-untuk-anak-sesuai-usia-dan-kemampuannya

Jumat, 12 Oktober 2012

Dipenjara karena Lem Tangan Balitanya di Dinding

TEMPO.CO, Dallas - Niat Elizabeth Escalona untuk mendisiplinkan anak perempuannya yang baru berusia 2 tahun untuk buang air kecil di toilet berbuah petaka. Pasalnya, tak hanya dengan memukul dan menendang putrinya, ia juga mengelem tangan anaknya di dinding.
Di depan hakim, wanita asal Dallas, Texas, ini mengakui perbuatannya keliru. Ia berhadapan dengan hukuman 45 tahun karena penganiayaan anak.
Polisi mengatakan ibu 23 tahun ini kehilangan kesabaran dan menyerang Jocelyn Cedillo, putrinya, pada September 2011. Catatan polisi menunjukkan bahwa anak-anak lain Escalona mengatakan kepada pihak berwenang bagaimana ia berulang kali menendang Jocelyn di perut dan memukulnya dengan botol susu.
Anak-anak Escalona lainnya mengatakan Escalona kemudian menempelkan tangan Jocelyn dengan lem superglue ke dinding.
Dokter di Pusat Medis Anak-anak mengatakan Jocelyn mengalami memar setelah pemukulan. Jocelyn sempat koma selama dua hari setelah insiden itu dan menghabiskan seminggu di rumah sakit.
Anak-anak Escalona kini dipelihara negara. Wanita ini juga dilarang mendekati anak-anaknya.
Melanie Davis, konsultan psikologis Escalona, mengatakan tujuan jangka panjang wanita ini adalah kembali bersama anak-anaknya. "Ia yakin ia bisa berubah menjadi ibu yang baik," katanya.
Sumber : http://id.berita.yahoo.com/dipenjara-karena-lem-tangan-balitanya-di-dinding-022046329.html

Selasa, 09 Oktober 2012

Yuk, ajarkan si kecil untuk lebih disiplin!

Gimana sih cara terbaik untuk membuat si balita menjadi disiplin?
Untuk membentuk kedisiplinan adalah dengan cara mengajarinya dan bukan dengan menghukum. Balita anda perlu belajar bagaimana caranya berbaur dengan sekitarnya dan tetap merasa aman. Anak anda adalah ‘murid’ yang tangguh, tapi yang paling terpenting dari semua itu adalah bagaimana membuat mereka belajar berbagi, sabar, bekerjasama dan memberikan perhatian. Memang, akan butuh waktu bertahun tahun sehingga hal baik tersebut akan tertanam. Sebagai guru untuk anak anda, hal ini adalah tugas anda untuk mengajarkannya secara konsisten, kesabaran dan penuh kasih sayang.
Yang terpenting dalam mengajarkan kedisiplinan untuk balita anda adalah kosistensi. Jangan ragu jika anda harus mengajarkan dan memberitahukan mereka mungkin sampai ratusan kali, anak anak memang membutuhkan pemberitahuan berkali kali sebelum ia mengerti akan peraturan yang sebenarnya.
Ketika anak anda melakukan kesalahan, jangan berikan hukuman. Tapi katakan tidak diiringi dengan penjelasan, misalnya “ kamu bisa terluka’ atau “itu bukan untuk dimainkan”. Lalu arahkan mereka untuk melakukan aktivitas yang lain dan yang lebih menarik.

Dari pada menghukum anak dengan mengurung mereka didalam kamar, lebih baik biarkan mereka sendirian dan diam dalam beberapa menit. Hal ini dapat membantu anak untuk belajar mengontrol diri mereka saat diam. Suruhlah anak untuk duduk di “kursi nakal” dan duduklah bersamanya. Si anak akan lebih cepat tenang dan anda juga dapat menggunakan waktu “istirahat’ itu untuk menenangkan diri juga.

Tak perduli seberapa nakalnya anak anda, menghukum mereka dengan cara memukul bukanlah pilihan. Pukulan hanya membuat anak menjadi takut pada orang tua tapi tidak memecahkan masalah. Kendalikan emosi anda ketika anda marah, walau tak pernah bermaksud untuk menyakiti anak dengan pukulan tapi hal itu bisa terjadi jika anda lepas kendali. Jika anda merasa sangat marah dan ingin memukul anak anda, segera tenangkan diri anda dan menjauhlah dari anak anda sesaat sampai perasaan itu hilang.
Mengajari disiplin bukan berarti selalu negative. Puji anak anda saat anda melihatnya melakukan hal hal baik contohnya jika ia berbagi mainan dengan teman, atau membereskan mainannya sendiri setelah bermain.  Dari sanalah anak anda akan belajar bahwa mereka tidak perlu melakukan sesuatu yang buruk untuk mendapatkan perhatian.

Terakhir, buatlah semuanya memungkinkan untuk anak anda melakukan semuanya secara benar. Jangan libatkan mereka dalam situasi yang tak bisa mereka atasi. Sebagai contoh jangan terlalu lama mengajak anak anda berbelanja jika ia merasa lelah atau lapar. Dan jangan biarkan mereka berada ditempat yang penuh dengan benda benda yang tidak boleh anak anda sentuh.  Cobalah untuk memaksimalkan kesempatannya untuk bermain dan mengexplore tapi minimalkan kesempatannya untuk berada dalam masalah sehingga anda tidak usah terlalu sering mengatakan ‘tidak!’ pada si kecil.
Sumber : http://www.ibudananak.com/index.php?option=com_content&task=view&id=222&Itemid=9
Sumber :Babycenter.com

Rabu, 03 Oktober 2012

Anak Aktif Dan "Nakal" Tak Berarti Hiperaktif

B anyak bergerak dan tak bisa diam barang sebentar pun, hanya salah satu dari banyak ciri anak hiperaktif. Apalagi ciri lainnya dan apa yang harus kita lakukan?
Doni (3) aktif luar biasa. Tak pernah dapat duduk manis untuk waktu lama, sangat usil, senang marah-marah, dan gampang ngambek . Ibunya khawatir, jangan-jangan Doni hiperaktif.
Ternyata setelah dikonsultasikan ke ahli, Doni "normal-normal" saja. Psikolog Phineas Ekadiwira juga berpendapat begitu. Anak usia batita seperti Doni, kata Eka, memang lagi senang-senangnya bergerak dan suka bereksplorasi. "Rasa ingin tahunya besar sekali sehingga ia susah duduk diam. Maunya pergi ke sana-sini tanpa henti dan tak kenal lelah," ungkap psikolog dari Klinik Perkembangan dan Bimbingan Anak RS Husada Jakarta.
CIRI-CIRI
Jadi, apa bedanya dengan hiperaktif? Perilaku hiperaktif, terang Eka, merupakan reaksi hiperkinetik yang ditandai dengan ketidakmampuan memusatkan perhatian atau konsentrasi, aktivitas berlebihan (hiperaktivitas), dan reaksi yang terlalu cepat tanpa dipikir lebih dulu (impulsif). Ada pula yang tak disertai hiperaktivitas. Jadi, anak sulit memusatkan konsentrasi tapi tak banyak gerak, bisa lamban, sering melamun, dan sebagainya.
Cara lebih gampang untuk menentukan ciri anak hiperaktif adalah ia tak bisa mengontrol gerakannya. Duduk pun tak bisa tenang. "Kalau kita suruh duduk, paling cuma tahan 5 menit lalu terlihat gelisah. Entah duduknya goyang-goyang atau merosot ke bawah hingga terjatuh dari tempat duduknya."
Si kecil pun terkesan tak kenal lelah. Seakan energinya digerakkan oleh mesin. Kalau anak lain akan diam sesudah capek berlarian, si hiperaktif paling hanya minum sebentar, lalu bergerak lagi. Mulutnya pun tak bisa diam, terus saja berkicau. "Pokoknya, ada saja kegiatannya. Dan biasanya, apa yang dilakukannya tak satu pun yang diselesaikan. Ia akan cepat sekali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya dan meninggalkan begitu saja kegiatan sebelumnya."
Ia juga tak sabar menunggu giliran, senang menyerobot, juga sering terburu-buru dalam berbicara. Daya konsentrasinya rendah dan seolah tak mau mendengarkan perkataan orang tua. Jika mendengarkan, matanya seperti tak memperhatikan orang yang berbicara.
Tak hanya itu. Ia juga mudah terangsang dan mengalihkan perhatian, sehingga sulit untuk memusatkan perhatian, kurang toleran terhadap rasa frustrasi, dan kurang dapat mengontrol diri lantaran mudahnya terangsang disamping karena impulsifitasnya. Tuntutannya pun harus segera dipenuhi.
Di sisi lain, suasana hati anak hiperaktif juga amat mudah berubah. Baru beberapa menit terlihat gembira, tiba-tiba jadi marah-marah lalu ngambek. Akibatnya, sulit bagi kita untuk mengajarkannya berdisiplin. "Nah, karena temperamennya inilah, kadang kita sulit membedakan, apakah perangainya seperti itu atau ia hiperaktif."
Kadang, lanjut Eka, anak hiperaktif juga ditandai dengan perkembangan motorik dan bahasanya yang agak terbelakang. Misalnya, ia sulit berpakaian lantaran gerakannya yang terlalu aktif.
TUNGGU SAMPAI 6 BULAN
Nah, apakah si kecil Anda memperlihatkan ciri-ciri seperti di atas? Kalau ya, sebaiknya jangan buru-buru memvonis si kecil hiperaktif. "Lihat dulu, apakah tingkah superaktifnya itu bertahan hingga lebih dari 6 bulan atau tidak. Sebab, bisa saja ia cuma sekadar kelebihan energi. Yang seperti ini, biasanya cuma bertahan sebulan lalu ia akan kembali normal."
Perhatikan pula baik-baik, apakah perilaku aktifnya berlebihan dan tak sesuai usia perkembangan. Caranya, bandingkan ia dengan anak lain sebayanya. "Kalau tidak bisa diamnya si kecil dirasa berbeda dengan anak sebayanya, mungkin itu bisa dianggap sebagai tanda adanya perbedaan," kata Eka.
Lihat juga apakah ia bisa duduk manis lebih dari 5 menit saat menonton film kesukaannya? Sebab, anak hiperaktif biasanya cuma melirik sebentar ke teve, lantas perhatiannya beralih ke hal lain lagi. Selanjutnya lihat apakah gejala itu muncul di rumah, di tetangga, di tempat umum seperti pasar swalayan dan sebagainya, maupun dalam hubungannya dengan teman bermainnya. Sebab, bila hanya muncul dalam satu lingkungan dan tak muncul di lingkungan lain, berarti bukan hiperaktif. Tapi kalau benar hiperaktif, maka perilakunya itu juga dilakukan di segala situasi, sepanjang hari dan pada setiap kesempatan. Pendeknya, benar-benar tak kenal tempat dan waktu.
Nah, bila si kecil ternyata benar hiperaktif, sebaiknya segera konsultasikan ke psikolog anak. Sebab, kalau didiamkan saja, bisa berlanjut sampai si anak beranjak dewasa. "Memang kalau sudah dewasa, ia bisa mengontrol tingkah lakunya tapi umumnya ia akan menemukan masalah dalam pekerjaan. Cepat bosan, jenuh, tugasnya tak pernah selesai, dan antisosial."
PENYEBAB
Tapi bagaimana seorang anak bisa menjadi hiperaktif? Menurut ahli, bisa karena faktor neurologis, yaitu bagian pengendalian dan pengaturan motoriknya yang kurang matang sehingga anak tak bisa mengendalikan gerakan-gerakannya, juga karena faktor genetik, lingkungan (misalnya kekurangan oksigen saat kehamilan atau kelahiran, trauma lahir, defisiensi gizi, dan lainnya), atau faktor bawaan setelah kelahiran.
Pola asuh yang salah juga bisa jadi penyebab. Misalnya, anak berasal dari keluarga yang tak disiplin. "Mau apa saja, diizinkan. Akhirnya, ia tak bisa kontrol diri," ungkap Eka. Kendati demikian, lanjutnya, "Penyebab hiperaktif tak dapat dibedakan secara kasat mata karena semuanya terlihat dalam perilaku yang sangat aktif." Semuanya baru bisa diketahui setelah didiagnosa psikolog. "Juga lewat pemeriksaan pemetaan otak atau brain mapping sehingga akan diketahui bagian-bagian mana yang kurang matang. Selanjutnya, si anak akan dirujuk kepada ahli yang bersangkutan."
Jika penyebabnya adalah pengasuhan yang salah, "Tugas orang tua untuk melakukan introspeksi. Beri tahu dia tentang batasan mana yang boleh dan tidak."
SALURKAN ENERGI
Satu hal ditekankan Eka, "Jangan sekali-kali mencap anak hiperaktif sebagai anak nakal, malas, atau bodoh. Soalnya, anak akan merasa ia betul bodoh, malas, atau nakal." Nah, kalau sudah begitu, anak akan berpikir, "Biarin, sekalian saja aku melakukan hal-hal yang demikian."
Yang juga penting, jangan menghukum anak karena perilakunya yang hiperaktif. Eka mengingatkan, perilaku hiperaktif bukanlah kesalahan si anak. Yang terjadi adalah kegagalan pemusatan perhatian dan pengendalian diri sejak lahir. "Ia tak bisa mengontrol dirinya karena kemampuan otaknya terbatas. Kalau ia dihukum, ia akan heran mengapa dihukum padahal tak melakukan kesalahan."
Yang terbaik ialah, "Terima ia apa adanya. Ia perlu dibantu untuk mampu memusatkan perhatiannya, sehingga kelak ia dapat menyesuaikan diri pada lingkungannya dengan lebih baik." Nah, salah satu caranya, dengan menyalurkan energinya secara lebih efektif. Misalnya lewat olahraga. "Dengan begitu energi anak tersalur tanpa harus merusak barang atau mengganggu orang lain."
Perlu pula diperhatikan faktor makanan si anak. Jika sumber makanan yang dikonsumsinya cukup memadai untuk ia bergerak terus, maka ia akan kelebihan energi. "Tak ada salahnya si anak berdiet. Terutama untuk makanan dan minuman yang menjadi sumber energi instan. Seperti cokelat, madu, permen, es krim, kafein, teh, minuman ringan, kismis, anggur, atau makanan-makanan yang mengandung gula lainnya." Berilah ia makanan yang asupan kalorinya hanya cukup untuk tumbuh kembangnya saja, sehingga tak banyak energi yang tersisa.
Bantulah ia melakukan relaksasi. Ketika ia mulai gelisah, minta ia untuk menarik napas pelan-pelan lewat hidung dan mengeluarkannya lewat mulut. Lakukan hingga 10 kali. Selanjutnya, minta ia membayangkan hal-hal yang indah atau yang disukainya. "Ini bisa menghilangkan stres anak,"kata Eka.
Sedangkan untuk membantu si kecil memusatkan perhatian, ajak ia bermain puzzle atau permainan "Simon says ". Dalam permainan ini, orang tua berkata, "Simon says... ketuk pintu!" dan si anak harus mengetuk pintu. Kalau salah, ia mendapatkan hukuman. Lewat permainan ini, "Anak dilatih untuk mendengarkan respon verbal yang diucapkan orang lain dan berkonsentrasi pada perintah-perintah orang lain."
Permainan lain ialah tepukan tangan. Minta anak untuk mengangkat tangannya. Kalau ia tidak segera mengangkat tangannya, maka tangan tersebut ditepuk. "Ini juga melatih anak untuk memusatkan perhatian agar jangan sampai tangannya kena pukul."
Jangan lupa untuk memberikan umpan balik positif atau penghargaan. Bila ia berhasil memusatkan perhatian selama 15 menit, misalnya, ia akan mendapat 1 kartu. Jika ia berhasil mengumpulkan 20 kartu, maka ia boleh minta sesuatu. Jika berhasil mengumpulkan 100 kartu, ia akan mendapat hadiah lebih besar lagi. Dengan demikian, anak bersemangat untuk memperbaiki perilakunya dan melatih konsentrasinya sehingga lama-lama akan jadi terbiasa. Tentunya penghargaan tak melulu harus berupa hadiah. "Pujian atau ciuman juga bisa dijadikan sebagai penghargaan dan ia pasti akan senang menerimanya."
http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Anak/Anak-Aktif-Dan-Nakal-Tak-Berarti-Hiperaktif

Selasa, 02 Oktober 2012

Kerjasama Orang Tua Dan Guru Dalam Membantu Anak Belajar

Selain orangtua, sekolah juga berperan penting dalam membesarkan dan mensosialisasikan anak. Diperlukan jalinan kerjasama yang baik antara guru dan orang tua untuk meningkatkan hubungan positif antara guru dan siswa.  Sikap orang tua dan guru yang sama terhadap pembelajaran anak akan memberikan teladan yang baik bagi anak. Orang tua dan guru perlu selalu mengkomunikasikan sikap dan reaksi anak sehingga anak akan merasa di dukung dan bisa menunjukkan reaksi yang jelas, terdorong untuk meningkatkan kemampuan, bertanggung jawab, merasa aman dan senang, dewasa dan mandiri.
Kerjasama orang tua secara aktif dengan sekolah bergantung pada minat, kemampuan, kesempatan, dan motivasinya. Pembelajaran akan berlangsung baik jika ada kerjasama antara orang tua dan guru. Guru adalah profesional dalam bidang pendidikan dan belajar, tetapi untuk anak berkebutuhan khusus, fungsi guru tidak akan optimal tanpa dukungan orang tua.
A. Tingkatan Keterlibatan Orang Tua di Sekolah
1. Orang tua sebagai mitra dalam pendidikan anak, tetapi pasif dalam menerima pelajaran dari sekolah sehingga anak merasa bingung dengan dua dunia yang berbeda. Pembiasan-pembiasaan di rumah berbeda dengan apa yang diajarkan di sekolah sehingga anak akan menemui masalah dalam pembelajaran dan penyesuaian.
2. Orang tua sebagai pendukung pembelajaran anak di sekolah. Orang tua sangat merespons positif semua pembelajaran yang berasal dari sekolah dan menuntun anak untuk mengerjakannya sehingga anak merasa bertanggung jawab terhadap dirinya berdasarkan bimbingan dari sekolah dan arahan orang tuanya.
3. Orang tua sebagai peserta aktif dalam pembelajaran sekolah. Di sini orang tua dan guru saling bekerja sama dan berkomunikai, memberikan masukan-masukan tentang pemberian PR dan permasalahan anak sehingga terjalin kesamaan sikap serta norma yang akan memantapkan anak dalam pembelajaran dan perkembangannya. Kerjasama seperti ini bisa membantu anak mencegah kesulitan belajar dan penyesuaian diri.Bagi anak berkebutuhan khusus, jenis hubungan yang saling percaya ini akan menunjang kesejahteraannya, penyesuaian sosialnya, dan terpenting belajarnya.
B. Pentingnya Keterlibatan Aktif Orang Tua Di Sekolah
1. Membuat orang tua sadar efek positif yang telah mereka buat terhadap anaknya ( bagaimana dan apa saja pengaruhnya, apa yang telah mereka lakukan di rumah untuk pembelajaran anak di sekolah) sehingga orang tua memahami bahwa rumah dan sekolah bukanlah dua dunia yang berbeda.
2. Membuat orang tua menyadari bahwa apa yang telah mereka lakukan sangatlah penting bagi pembelajaran anak di rumah dan di sekolah.
3. Diskusi orang tua dan guru tentang pembelajaran anak merupakan cara yang efektif yang akan berdampak positif bagi anak dalam kehidupan sehari-hari,
4. Membantu orang tua melihat bahwa cara mereka berinteraksi dengan anaknya di rumah mempengaruhi kesejahteraan, kebahagiaan, dan perkembangan sosial dan akademik anak. Kerjasama antara sekolah dan rumah dapat mencegah timbulnya permasalahan pada diri anak.
5. Mengembangkan wawasan guru dan sekolah tentang kehidupan anak sehari-hari. Wawasan, inisiatif, pengelaman, dan kreatifitas orang tua harus diperhatikan guru untuk menjalin  kerjasama yang positif sehingga pengalaman anak di sekolah terintredasikan secara bermakna dan relevan ke dalam kehidupan sehari-harinya.
Bila kerja sama antara guru dan orang tua sudah terjalin bagus akan memberikan kemudahan untuk mencari solusi dan menyamakan langkah dalam membimbing anak.
Sumber : http://pondokibu.com/kerjasama-orangtua-dan-guru-dalam-membantu-anak-belajar.html