.

STOP Kekerasan dalam keluarga CIPTAKAN SUASANA NYAMAN DALAM KELUARGA

Rabu, 18 Mei 2011

Jangan Diam Saja Menjadi Korban Tindak KDRT

 
 Masalah dalam sebuah rumah tangga merupakan hal biasa yang dialami setiap keluarga. Lain halnya apabila masalah ini berindikasi terhadap terjadinya sebuah kekerasan yang dilakukan oleh salah satu pasangan tersebut. Biasanya peristiwa tindak kekerasan dilakukan oleh seorang suami terhadap istri. Meski demikian mungkin juga yang terjadi sebaliknya, seorang istri yang melakukan tindak kekerasan terhadap seorang suami (dalam hal ini memang sangat jarang sekali terjadi).

Beberapa pemicu terjadinya sebuah insiden dalam rumah tangga yang berujung terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), disebabkan oleh berbagai hal seperti diantaranya: perselingkuhan, ekonomi, kesalahpahaman, tuntutan salah satu pasangan untuk hal-hal tertentu yang diinginkan oleh salah satu pasangan dsb. Sekali lagi (menurut pandangan pribadi saya) beberapa hal tersebut sebetulnya hanya merupakan pemicu terjadinya KDRT. Adapun yang paling berpengaruh terhadap peristiwa tersebut, yaitu karena kurang dewasanya cara berpikir pelaku tindak KDRT.

Bagi seorang korban sebaiknya tidak terlalu buru-buru untuk menyimpulkan bahwa dirinya mengalami tindak KDRT. Apabila kekerasan terjadi hanya sesaat ataupun terjadi secara reflek (begitu saja muncul) ketika adanya sebuah masalah, bisa jadi hal ini hanya karena kekhilafan pasangannya semata. Apabila kekerasan tersebut terjadi secara berulang/sering, maka bisa jadi ini merupakan indikasi tindak KDRT yang sebenarnya. Jangan mudah menyimpulkan sebagai korban tindak KDRT, karena apabila kekerasan tersebut terjadi hanya sesaat kemudian langsung menyimpulkan bahwa ini adalah tindak KDRT dikhawatirkan menjadi kenangan buruk dalam perjalanan kehidupan rumah tangga di waktu mendatang.

Dalam posting blog saya kali ini, saya ingin mencoba menyampaikan beberapa langkah yang mungkin bisa dilakukan oleh seorang korban tindak KDRT. Sekali lagi saya tegaskan langkah ini lebih bersifat cara menghadapi, bukan mencegah terjadinya tindak KDRT.
Beberapa diantaranya yang mungkin bisa dilakukan saat terjadinya tindak KDRT adalah:
  • Pertama yang dapat dilakukan segera adalah, kembali ke rumah orang tua, lembaga perlindungan tertentu, atau menyembunyikan diri dengan tujuan memberikan pelajaran kepada pasangannya sampai pasangan menyadari. Ada baiknya hal tersebut dilakukan tetap dengan menjunjung tinggi hak pasangannya (si pelaku kekerasan). Tetap tinggalkan pesan kepada pelaku kekerasan, bahwa kepergian korban bertujuan untuk mendapatkan hak ketenangan dalam hidupnya.
  • Cobalah berusaha terbuka untuk menyampaikan permasalahan terhadap orang yang bisa dipercaya dan mempunyai kemampuan berpikir secara dewasa. Hal ini sangat penting, karena kalau salah orang, tentunya ini akan beresiko memicu permasalahan menjadi lebih rumit. Yang tidak kalah penting, sampaikan kronologis permasalahan tersebut dengan sebenar-benarnya. Hal ini agar tidak terjadi salah langkah ketika mengambil sebuah keputusan. Secara emosional biasanya seorang korban cenderung menutupi, mengurangi atau menyembunyikan apa yang menjadi kelemahan/kekurangannya ketika mendiskusikan dengan pihak lain.
  • Apabila langkah tersebut tidak dapat membawa hasil yang signifikan, cobalah meminta perlindungan terhadap RT/RW. Hal ini acapkali dipandang seperti aib rumah tangga bagi korban, meski sebenarnya ini merupakan hal yang wajar untuk semua yang hidup di tengah lingkungan/masyarakat. Sebaiknya korban menghindari membuka permasalahan dengan tetangga, karena hal tersebut dapat memicu terjadinya masalah baru baik dengan pasangannya ataupun pasangan dengan tetangga yang dijadikan tempat menampung keluhan korban. Bisa jadi malah bisa menjadikan fitnah.
  • Ketika korban sudah tidak lagi bisa mendapatkan perlindungan dari RT/RW dan posisinya semakin rentan, segeralah mengadukan kepada pihak yang berwenang seperti lembaga Mitra Perempuan, Komnas Perempuan atau aparat hukum. Hal ini bukan semata-mata hanya untuk menyelamatkan diri, tetapi juga diharapkan dapat menjadi shock teraphy untuk pasangan korban (si pelaku tindak KDRT).
  • Apabila semua langkah tersebut sudah diupayakan tetapi tidak membuahkan hasil, tidak ada hal lain kecuali mengharapkan mukjizat atau mengakhiri rumah tangga dengan si pelaku tindak KDRT. Berpikir realistis akan lebih baik dibandingkan dengan mengedepankan perasaan yang terus menerus menimbulkan luka. Meskipun keputusan ini berat untuk dilaksanakan,tetapi setidaknya korban terhindar dari resiko fisik atau juga tekanan mental yang dapat berakibat tidak baik terhadap kehidupannya.
Artikel ini di tulis berdasarkan pemikiran/opini pribadi saya sebagai pemilik blog. Apabila semua pemikiran tersebut tidak berkenan bagi pembaca setidaknya ini dapat menjadi rambu bagi para calon pasangan yang akan menikah. Berumah tangga membutuhkan kematangan dalam berpikir dan sikap toleransi. Untuk itulah sebelum memutuskan menikah, pastikan cara berpikir calon pasangan kita. Janganlah kita dibutakan oleh rasa cinta yang terkadang membuat kita terperangkap dalam lingkaran berbagai permasalahan yang dapat berujung terjadinya tindak KDRT kelak.
sumber:
http://www.tipskeluargaharmonis.com/2011/02/jangan-diam-saja-menjadi-korban-tindak.html